JAINISME
Jainisme hampir tidak ada di luar India, dan bahkan di India sendiri jumlah pengikutnya relatif sedikit (kira-kira 1,5 juta orang). Namun ia mempunyai pengaruh besar yang tidak sesuai dengan ukurannya.
Jainisme oleh beberapa kalangan dianggap sebagai sebuah sekte dalam Hinduisme dan oleh kalangan lainnya dianggap sebagai agama tersendiri. Agama itu didirikan kira-kira 32 tahun sebelum Budhisme, dan kedua agama ini sama-sama berawal sebagai gerakan reformasi di dalam Hinduisme.
Mahavira (pahlawan besar), yang hidup pada abad 16 B.C., mendapat kehormatan sebagai pendiri Jainisme. Mahavira lahir di dalam kasta penguasa (Ksatria) dan hidup dalam kemewahan sampai ia melepaskannya ketika ia berusia kira-kira 30 tahun. Selama 12 tahun ia hidup dengan penyangkalan-diri yang esktrim dan meditasi, sehingga menurut cerita ia mencapai nirwana. Ia menghabiskan sisa hidupnya selama 30 tahun sebagai makhluk mahatahu (kevali) dengan mengajar para pengikutnya.
Pada saat kematiannya, Mahavira telah mendirikan kelompok-kelompok biarawan yang besar, dan salah satu dari kelompok tersebut berhasil bertahan meneruskan agama ini. Dengan berlalunya waktu, Jainisme terbagi menjadi tiga sekte. Kelompok Digambara(berpakaian-langit) mengabaikan semua pakaian, tetapi Sekte Shvetambara (berpakaian putih) memperbolehkan mengenakan pakaian putih. Sekte Sthanakavasi kemudian muncul sebagai kelompok reformasi yang menentang penyembahan berhala di dalam Jainisme. Setiap kelompok sekte tersebut memiliki kitab-kitab suci kanonikal yang berbeda. Nama umum untuk kumpulan kitab-suci Jainisme adalah Agama (aturan/ajaran/perintah). Jumlah buku-buku itu bervariasi dari 33 sampai 84 buku tergantung kepada masing-masing sekte.
Pengikut Jainisme meyakini bahwa agama mereka lebih tua dari Hinduisme, karena Mahavira adalah Thirthankara (orang suci; orang yang mengetahui kebajikan) ke-24 dan yang terakhir. Agama tersebut diperkirakan telah ada sejak masa yang sangat purba bersama denganThirthankara pertama yang bernama Rishabha. Alasannya adalah bahwa Mahavira merupakan penata, pembuat sistem, dan reformator, bukan pencetus asli.
Tujuan setiap orang Jain adalah menjadi Jina (pemenang) seperti yang dilakukan Mahavira, karena hanya dengan demikianlah mereka bisa dilepaskan dari siklus kelahiran kembali (reinkarnasi). Jainisme adalah sebuah agama atheistik dalam pengertian bahwa mereka menyangkal eksistensi (keberadaan) Makhluk Tertinggi atau Pencipta beserta segala kuasa supranaturalNya. Jainisme meyakini dewa-dewi Hindu hanya sedikit lebih tinggi dari manusia.
Karena anti-supranaturalismenya, orang Jain memandang keselamatan itu adalah humanistik. Manusia harus berpegang kepada kemampuannya sendiri. Adalah bodoh jika mencari bantuan dari kekuatan-kekuatan luar. Bebas dari penderitaan dan lolos dari reinkarnasi hanya dapat dicapai dengan disiplin diri dan asketikisme yang keras.
Menurut Jainisme, alam semesta tidak diciptakan dan bersifat kekal. Alam semesta memiliki dua kelompok independen dan kekal, yang hidup (jiva) dan tidak hidup (ajiva). Yang hidup adalah jiwa dan yang tidak hidup adalah benda. Jain bahkan juga percaya bahwa tumbuh-tumbuhan, serangga, api, air, angin dan bumi memiliki jiwa yang hidup.
Meskipun mereka tidak pernah menjelaskan bagaimana hal itu terjadi, Jain menyatakan bahwa setiap jiva (jiwa yang hidup) selalu terikat ajiva (benda yang mati) oleh karma, material halus yang membuat jiwa terikat dengan benda. Keselamatan (moksha) berarti pelepasan jiwa dari benda, yang hanya dapat dicapai dengan menghentikan karma baru dan dengan menjauhkan jiwa dari karma yang ada. Sistem kebiaraan Jainisme dirancang untuk menghentikan karma baru dengan melakukan kegiatan yang dapat mencegah pemasukannya.
‘Tiga permata’ Jainisme adalah pengetahuan yang benar, iman yang benar dan perilaku yang benar. Pengetahuan yang benar artinya pemahaman terhadap filosofi Jain. Iman yang benar artinya percaya dengan kitab-kitab suci Jain. Perilaku yang benar mencakup beberapa hal, dimana yang terpenting adalah ahimsa, atau tanpa melukai (tanpa kekerasan).
Jainisme sejak lama menerapkan ahimsa, sehingga prinsip itu telah menjadi ciri agama Jain yang sangat terkenal. Biarawan Jain menyapu jalan di depan mereka ketika mereka berjalan agar tidak membunuh serangga yang ada di jalan. Mereka menyaring semua air yang mereka minum dan memeriksa semua makan sebelum makan. Mereka adalah vegetarian yang ketat, tetapi mengakui bahwa sayur-sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan yang mereka makan juga memiliki jiwa. Sehingga mereka harus mengaku dosa setiap hari dan memperkecil dosa dengan memakan jenis kehidupan yang tidak penting. Karena kebanyakan pekerjaan bisa berhubungan dengan pembunuhan yang tidak disengaja terhadap bentuk-bentuk kehidupan yang kecil, penganut Jain yang serius, terbatas dengan sedikit pekerjaan (misalnya bidang perbankan dan asuransi).
Puasa merupakan cara terbaik untuk menghindari pembunuhan makhluk hidup, dan beberapa di antara biarawan Jain meneruskan puasa terakhir: mereka duduk selama berhari-hari dan kelaparan sampai mati. Hal ini dianggap merupakan jalan untuk mencapai pembebasan.
Ketentuan lain atas perilaku yang baik adalah melaksanakan penghematan, keterus-terangan, tidak mencuri, kesederhanaan, dan tidak membawa apa-apa.
Evaluasi Alkitabiah
(1) Jainisme lebih merupakan agama egosentris, bukan agama yang Allah-sentris. Agama ini sepenuhnya menolak supranatural dan lebih mendukung dualistis alam semesta benda dan jiwa yang tidak diciptakan dan yang kekal. Di dalam Jainisme tidak ada tempat bagi Allah yang berpribadi.
(2) Dalam Jainisme tidak ada belas-kasih atau kasih-karunia, yang ada hanya hasil perbuatan. Mereka telah mengembangkan salah satu sistem legalisme yang terberat yang pernah ada di dunia.
(3) Jainisme lebih merupakan ritualisme daripada hubungan, lebih legalisme daripada kebebasan. Bahkan kasihpun dihilangkan karena menyebabkan banyak ‘embel-embel’. Setiap orang pada pokoknya harus memikirkan usahanya sendiri, bukan perjuangan dari orang lain.
(4) Agama ini mempunyai ciri-ciri pesimisme, bukan pengharapan.
(5) Ia tidak memberi tempat bagi orang yang lemah, cacat, atau orang muda. Hanya orang kuatlah yang sanggup mendapatkan keselamatan.
(6) Ia merupakan kegagalan sosial dan rohani. Ia tidak berhasil menghapuskan kasta, dan belum pernah berhasil membersihkan diri dan kuilnya dari pemberhalaan dan polytheisme yang mereka cela. Jainisme sebenarnya menyembah dan berdoa kepada 24 Thirthankara, dan kuil mereka penuh dengan berhala.
Hal-hal yang Harus Diingat
Kita jarang sekali bertemu dengan pemeluk Jain, karena mereka hampir semuanya hidup di India. Namun mereka telah mengembangkan Misi Dunia Jain, yaitu sebuah organisasi yang berusaha menyebarkan Jainisme ke negara yang lain melalui literatur. Kebanyakan literatur ini berbahasa Inggris, dan terutama menekankan prinsip perilaku (perbuatan) yang benar.
Pikiran praktis orang Barat mungkin merasa penekanan pada perbuatan benar ini menarik, sehingga kemungkinan literatur Jainisme bisa diterima disini. Jika anda bertemu dengan orang yang terpengaruh oleh Jainisme, camkanlah point-point berikut ini:
(1) Konsep ahimsa belum tentu berhasil, karena tidak mungkin manusia dapat menghindari pembunuhan organisme hidup yang jumlahnya berjuta-juta itu. Walaupun beberapa kalangan Jainisme menyaring air minum mereka untuk menyelamatkan serangga-serangga kecil, namun demikian mereka tetap membunuh jutaan organisme mikroskopik yang ada di dalam setiap cangkir minuman. Karena itu secara manusiawi adalah tidak mungkin menghindari masuknya karma baru; jika sistem itu secara logis konsisten, maka tak seorangpun bisa mencapai pelepasan dengan mati kelaparan atau kehausan. Beberapa Jain memandang masalah ini dan berharap bisa mengatasinya dengan pengakuan dosa setiap hari. Namun kepada siapakah atau kepada apakah mereka mengaku?
(2) Jains tidak mempunyai otoritas yang jelas dan konsisten untuk doktrinnya. Ketiga sekte itu saling bertentangan mengenai kitab apa yang dijadikan kanon. Tak satupun di antara kitab-kitab itu menjadi bentuk tulisan permanen sebelum tahun 500 AD., kira-kira 1.000 tahun setelah kematian Mahavira.
(3) Menarik sekali bahwa Jain kini menyatakan ahimsa merupakan ajaran kasih universal yang positif. Konsep ini tidak ditemukan di dalam kitab suci mereka, dan dapat langsung ditelusuri sebagai pengaruh Kristen terhadap tulisan Jain modern. Dalam praktek yang sebenarnya, perintah Jainisme itu adalah negatif, dan hanya bisa diikuti oleh para asketik.
(4) Masalah dosa penting di dalam agama ini, namun walaupun demikian, dosa diartikan secara berbeda di dalam Jainisme, orang Kristen masih bisa menggunakan hal ini sebagaipoint untuk membangun hubungan. Masalahnya adalah apakah orang berdosa dapat menebus dosanya sendiri.
Komentar